Selasa, 03 Januari 2012

Pengamen Kecil

Lelah sekali rasanya hari ini, dari pagi hingga sore nonstop kegiatan. Dari mengurusi acara jurusan, hingga mengerjakan tugas kuliah. Tetapi ketika aku pulang tadi, tepatnya di atas angkot aku seperti mendapat suatu teguran. Ntah dari mana itu. Ada dua orang pengamen kecil yang masuk ke angkot yang aku tumpangi. Hal ini tentunya sudah biasa sekali aku lihat.

Pengamen kecil dengan pakaian seadanya, modal suara pas-pasan, musikalitas asal-asalan, bernyanyi hanya sebagai suatu syarat agar mendapat duit dari penumpang angkotku berikan Rp 500,- kepada mereka awalnya. Memang sudah kebiasaanku memberi pengemis/pengamen dari Rp 500 – Rp 2000. Ya hitung-hitung pengamen/pengemis  banyak sekali. Kalo setiap pengamen aku kasih lebih dari segitu bisa-bisa akhir bulan,malah aku yang nggak makan karena kehabisan uang bulanan.

Hehehe (kenapa malah curcol ini??!!!). kembali pada cerita awal, ketika mereka mulai melakukan aksi mereka yaitu bernyanyi asal-asalan (hehee) aku memperhatikan mereka dari ujung kaki sampai ujung kepala, sendal mereka yang jelek, baju yang lusuh, raut wajah kelelahan, seorang anak yang sepertinya tidak terawat.  Tiba-tiba hatiku menyuarakan kesedihan. Aku terbayang ketika aku seumuran mereka. 
Aku selalu diberikan perhatian dari kedua orang tuaku.

Setidaknya aku lebih bersih dari mereka. Kalau sore hari aku sudah mandi dan wangi, tinggal bersantai di rumah atau sesekali di ajak jalan-jalan sore oleh mama atau papaku. Tapi, lihatlah mereka anak kecil jam 5 sore masih berkeliaran di jalanan yang penuh debu dan polusi.  Aku sungguh merasa iba. Aku ambil lagi uang di dompetku, kali ini aku berikan Rp 5000,-. “ini dek” kataku. Lalu seketika mereka mengucapkan Terima kasih kepadaku. Berulang-ulang mereka mengatakan itu. segitu berartinya uang 5000 itu bagi mereka. Aku ikut senang melihat senyuman mereka. Hatiku teriris ya Allah. Tak henti-hentinya aku memikirkan nasib anak2 sperti mereka. Ingin sekali aku menanyakan kehidupan mereka. Ngobrol bareng mereka. Bercerita tentang kehidupan mereka yang begitu berbeda. Menanyakan orang tua mereka, asal-usul mereka, sekolah mereka dan banyak hal lainnya. Semoga saja suatu saat nanti bisa.

Sesampainya di rumah, tak sadar aku menitikkan air mata. Tetapi cepat-cepat aku hapus. Karena malu kelihatan sama orang lain. (hehehe aku kan pemalu). “Maafkan aku ya Allah, jikalau aku kurang bersyukur dengan kehidupanku saat ini. Maafkan jika aku tanpa sadar sering mengeluh, kekurangan inilah kekurangan itulah, menginginkan inilah menginginkan itulah tak henti-hentinya. Maafkan aku yang sering menyepelekan hal-hal kecil. Maafkan aku yang suka mubazir. Astaghfirullah.”


3 komentar: